Home » Archives for August 2015
Sejarah Karate Shotokan
Gichin Funakoshi (1868-1957) adalah salah satu master karate yang mengembangkan aliran karate Shotokan dalam mengembangkan aliran ini dia dibantu oleh anaknya yang bernama Gigo yoshotaka funakoshi pada tahun 1906-1945, selain Gichin Funakoshi ada juga master Karate yang lain seperti kenwa mabuni dan choki mutobo, mereka-mereka inilah yang memperkenalkan ilmu beladiri karate ke pulau utama Jepang pada tahun 1910-an dan 1920-an.
Gigo Funakoshi, lebih banyak berperan mempopulerkan karate dibandingkan orang tuanya Gichin Funakoshi, Gichin Funakoshi sendiri sering sekali mendemonstrasikan karate di berbagai Universitas, termasuk di Universitas Keio, Universitas Waseda, Universitas hithotsubasi, universitas taTakhusoku, Universitas chuo, Universitas Gakushuin, dan Universitas Hosei. di tempat inilah Funakoshi mengajarkan beladiri karate dan memiliki banyak murid yang dapat melanjutkan perjuangannya mengajarkan karate Shotokan setelah kematiannya di tahun 1957 hingga kini.
Meskipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu untuk dojo yang didirikannya di Tokyo tahun sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Selanjutnya pada tahun 1949 Japan Karate Association (JKA) berdiri dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepalanya.
Shotokan adalah karate yang mempunyai ciri khas beragam teknik lompatan (lihat Enpi, Kanku Dai, Kanku Sho dan Unsu), gerakan yang ringan dan cepat. Membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik.
Gichin Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk menguasai manfaat dari kata. Dia memilih kata yang yang terbaik untuk penekanan fisik dan bela diri. Yang mana mempertegas keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni daripada olah raga. Baginya kata adalah karate. Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.
Inkai Ranting Karate Amboy
August 30, 2015
CB Blogger
Indonesia
Sejarah Lahirnya Seni ilmu Beladiri Karatedo dan aliran Karate Shotokan
Maka ditahun 1949 berdirilah JKA (Japan Karate Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai Guru Besar, Isao Obata sebagai Presiden dan Masatoshi Nakayama sebagai Instruktur Kepala. Langkah konsolidasi yang bersifat “go public” ini segera menarik perhatian dari kesatuan – kesatuan pasukan Sekutu yang masih berada sampai jangka waktu yang lama di Jepang setelah Perang Dunia II berakhir.Untuk lebih menarik minat dengan mengandalkan nama besarnya, Gichin yang pada waktu itu sudah berusia 80-an masih sanggup memberikan pelatihan di Dojō JKA dan juga menerbitkan buku terakhir yang berjudul “Karate-dō , my way of life” yang berisikan biografi hidupnya. Para tentara Sekutu itu bukan hanya bergabung di JKA saja dan setelah mempelajari secara serius seni beladiri Jepang lalu membawanya pulang serta menyebarkan olahraga baru ini yang tergolong masih asing di telinga dunia Barat pada saat itu.Perlu dicatat bahwa pada saat itu di Eropa & Amerika orang hanya mengenal Judō & Ju- Jutsu yang tidak memiliki terlalu banyak peminat. Di tahun 1952 untuk pertama kalinya secara resmi sebuah grup yang terdiri atas para perwira muda dan instruktur jasmani militer dikirim oleh Komando Strategis AU Amerika Serikat ke Jepang untuk mempelajari secara serius teknik – teknik Judō, Aikidō & Karate-dō.Program latihan selama tiga bulan ini dimanfaatkan program selesai dengan cepat para murid Gichin yang menjadi instruktur dibawah nama JKA tak pernah sepi dalam menerima permintaaan untukmemperkenalkan sekaligus menjadi instruktur Karate dari seluruh penjuru dunia terutama di Amerika Serikat & Eropa.Persentuhan ini menimbulkan sebuah terobosan yang sangat “revolusioner” bagi pemikiran seorang Gichin Funakoshi yang sederhana, yang selalu mendasarkan ajarannya pada konsep Dō secara total.Hal yang revolusioner itu ialah permintaan dan kebutuhan untuk dapat diadakannya sebuah kompetisi resmi dalam bentuk sebuah kejuaraan. Meskipun sangat jarang sekali dicantumkan dalam biografi tentang dirinya, namun berdasarkan dari fakta serta dokumen yang otentik disebutkan Gichin menolak dengan keras hal ini.Meskipun JKA tak pernah mengakui secara resmi namun pada kenyataannya di tahun 1955 dengan diikuti oleh Shigeru Egami dan Mitsusuke Harada ia memilih keluar dari JKA dan tak pernah kembali lagi. Ia lantas “menyepi” dalam sebuah Dojō yang ia beri nama Shotokai, dimana ia secara total bisa tetap mempertahankan “keaslian” ajaran dan pandangannya tentang Karate-dō. Pada akhir tahun 1956, JKA sebagai sponsor utama sudah mantap untuk menyelenggarakan Turnamen Kejuaraan Karate-dō se-Jepang yang nantinya akan dianggap sebagai kejuaraan resmi pertama yang pernah diadakan di dunia modern. Penyelenggaraannya sendiri baru bisa dilaksanakan pada bulan Oktober 1957 dimana tercatat nama Hirokazu Kanazawa sebagai juara I dalam nomor Kumite (dua tahun berturut – turut) & nomor Kata. Agaknya JKA sendiri sangat mungkin baru “berani” melaksanakan kejuaraan ini setelah Gichin tidak ada. Gichin Funakoshi , sang maestro besar peletak metode baru dalam pemahaman akan sebuah seni beladiri yang dinamakannya Karate-dō (yang mendasari orang untuk menganggapnya sebagai Bapak Karate Modern) , tutup usia pada tanggal 26 April 1957 dalam usia ± 89 tahun. Sepeninggal Gichin Funakoshi JKA berkembang pesat dan bisa dianggap sebagai perguruan Karate yang paling besar pengaruhnya diseluruh dunia. Dalam hal ini ada dua orang yang bisa dianggap paling berperan besar. Yang pertama adalah Masatoshi Nakayama, ia melakukan banyak lawatan ke puluhan negara dalam rangka penyebaran Karate yang dilakukannya secara sistematis setelah menelaahnya sesuai ilmu keolahragaan modern yang memang sangat dikuasainya sebagai seorang profesor pada jurusan Pendidikan Jasmani di Universitas Takushoku. Nakayama menulis banyak buku tentang Karate-dō namun sayang ia meninggal mendadak pada tahun 1987. Yang kedua adalah Hidetaka Nishiyama, ia merupakan perintis awal penyebaran Karate di Amerika Serikat tempat dimana ia menetap sampai saat ini dan termasuk orang yang bisa dikategorikan sangat sukses secara ekonomi untuk ukuran praktisi seorang olahragawan. Nishiyama dalam latihannya lebih berpatokan pada segi teknik konservatif-tradisional dari Karate yang sudah baku tapi mampu disampaikannya secara luwes dan efisien. Tahun 1975 ia mendirikan IAKF (International Amateur Karate Federation) yang mana pada tahun 1985 berganti nama menjadi ITKF (International Traditional Karate-dō Federation). Saat ini ITKF a dalah pesaing utama WKF dalam kancah politik per Karate an dunia agar dapat diakui bersama secara resmi oleh IOC (Komite Olimpiade Internasional). Nampaknya hal utama yang menjadi penyebab persaingan yang cukup “panas” ini lebih dikarenakan oleh faktor chauvinisme lagi seperti halnya di era Gichin Funakoshi dulu. Dominasi tokoh Karate yang berasal dari dunia Barat dalam WKF tentu saja akan dianggap sebuah “penghinaan” tersendiri bagi para tokoh Karate di Jepang yang menganggap dirinya sebagai pewaris resmi dari produk budaya mereka namun disaingi oleh pihak asing yang bukan berasal dari kultur yang sama. Di tahun1977, JKA sempat digemparkan dengan kasus keluarnya Hirokazu Kanazawa dan Hitoshi Katsuya yang mendirikan SKIF (Shotokan Karate-dō International antara Motokuni Sugiura dengan Tetsuhiko Asai .Perseteruan dimulai tahun 1990 dan baru berakhir setelah melalui tingkat vonis oleh Mahkamah Agung di Tokyo pada tahun 1999. Motokuni Sugiura lah yang memperoleh pengesahan secara hukum dan setelah kekalahannya itu, Tetsuhiko Asai pada tahun yang sama mendirikan JKS (Japan Karate Shotorenmei). Saat ini bisa dikatakan JKA lebih tepat disebut sebagai sebuah konglomerasi olahraga daripada sekedar sebuah perguruan besar dikarenakan memiliki aset, dukungan dana maupun usaha sampingan yang sangat besar sekali bahkan koneksi bisnis & politiknya sangat menggurita kemana – mana diseluruh dunia. Disamping lewat JKA pengembangan Shotokan juga dilakukan pada tahun 1965 oleh Shigeru Egami yang memproklamirkan Shotokai sebagai sebuah organisasi Karate-do dalam bentuk resmi. Setelah ia meninggal posisinya digantikan oleh Mitsusuke Harada. Shotokai pun memiliki pengikut yang cukup besar diseluruh dunia dan tetap mempertahankan keaslian ajaran Gichin yaitu tidak mengenal adanya pertandingan apapun untuk mengukur keberhasilan seorang karateka yang menjadi praktisinya. Sebelumnya pada tahun 1948 Chojiro Tani mendirikan Shukokai, sebuah perguruan yang mengkombinasikan teknik – teknik Goju-ryu & Shito-ryu. Salah seorang muridnya yang bernama Nambu Yoshinao memperkenalkan aliran baru ini ke Prancis yang kemudian mendapatkan antusias yang sangat positif di Eropa dikarenakan metodenya yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat Karate Eropa akan pengembangan Karate sebagai sebuah olahraga yang bercitarasa modern. Ditahun 1965 Nambu Yoshinao mendirikan alirannya sendiri yaitu Nambu-Dō. Tommy Morris, salah seorang pengikut Nambu Yoshinao yang berasal dari Skotlandia belakangan mendirikan perguruannya sendiri yang bernama Kobe Osaka Karate System. Hal ini perlu dimasukkan disini dikarenakan besarnya pengaruh yang dimainkan oleh Tommy Morris dalam hal penyusunan peraturan pertandingan yang diadopsi sebagai standar resmi oleh WKF pada saat ini. Peraturan yang digubah olehnya sangat mengacu pada sumber utama ajaran Shukokai yang lebih memfokuskan pada unsur observasi ketimbang tradisi. Di Okinawa pada tahun 1956, Chosin Chibana yang merupakan guru besar dari aliran Shuri-Te membentuk Okinawa Karate-dō Renmei sebagai federasi resmi bagi seluruh aliran Karate yang ada di Okinawa. Pada tahun 1957 Masutatsu Oyama yang sebelumnya sempat mempelajari Shotokan langsung dari Gichin Funakoshi dan juga sekaligus pernah mendalami Goju-ryu mendirikan Kyokushinkai , aliran baru yang diciptakannya setelah mengkombinasikan teknik Shotokan, sistem perkelahian jalanan dan teknik pernapasan serta Kata dari Goju-ryu yang dikembangkannya melalui pengkajian secara serius dalam waktu yang cukup lama. Alirannya ini dianggap cukup ekstrem oleh sebagian pakar Karate-dō dikarenakan model pertarungannya yang menggunakan sistem Full Body Contact seperti halnya pada pertarungan tinju. Pada tahun 1965 berdirilah FAJKO (Federation of All-JapanKarate-dō Organizations) sebagai wadah bersama dari empat aliran besar yang
Inkai Ranting Karate Amboy
August 25, 2015
CB Blogger
Indonesia
Di perempat terakhir abad 19 muncullah nama – nama yang kelak di kemudian hari dianggap sebagai para perintis
yang merenovasi Tōte untuk dapat menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate.Mereka itu diantaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kanbun Uechi, Shoshin Nagamine, GICHIN FUNAKOSHI foto bawah), dll.
Gichin Funakoshi |
Sehubungan dengan artikel blog ini adalah pada aliran Shotokan , maka untuk kelanjutan perkembangan sejarah Karate dari awal abad 20 akan saya mulai dengan pemaparan khusus mengenai profil dan sepak terjang Gichin Funakoshi sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas munculnya aliran yang dianggap paling banyak memiliki pengikut diseluruh dunia pada saat ini.
Gichin Funakoshi lahir dari kalangan shizoku (keluarga
bangsawan) di kota Shuri, Okinawa pada tahun 1868. Masa pendidikannya di usia anak - anak hingga remaja adalah bersamaan dengan dimulainya era modern Jepang, periode Restorasi Meiji.Sehingga hal ini sangat mungkin memberi warna tersendiri bagi perkembangan wawasan pemikiran kejiwaannya dalam menyebarluaskan Karate kelak
dikemudian hari. Dimasa pertumbuhannya ia berada dalam sebuah masa transisi
penting , saat dimana nilai – nilai tradisional yang bersifat konservatif-spritual mulai digeser oleh nilai – nilai modern yang bersifat dinamis-liberal. Namun hebatnya, ia mampu untuk memadukan keduanya dalam bentuk sebuah disiplin seni beladiri yang notabene bercitarasa kuno tapi setelah diolah secara unik dapat disajikannya untuk menjadi sebuah hasil peradaban yang sesuai selera modernitas manusia. Sejak kecil badannya tergolong lemah
dan sering sakit – sakitan, hingga oleh ayahnya ia dibawa kepada Tokashiki,
seorang tabib terkenal di Okinawa pada saat itu.Tabib inilah yang kemudian
disamping mengobati penyakitnya secara teratur juga menyarankan pada ayahnya
agar Gichin berlatih Tōte untuk dapat memperkuat & menjaga kondisi fisiknya.Pada usia 11 tahun oleh ayahnya ia diantar pada Yasutsune “Anko” Itosu .Guru pertamanya ini terkenal sebagai guru besar teknik Tōte dari jenis Shuri-Te (yang beraliran Shorin) yang juga sebagai maestro terkenal penggubah Kata dari kedua aliran besar, Shorin & Shorei. Beberapa tahun kemudian Itosu mengantar Gichin pada Yasutsune Azato, teman seperguruannya yang juga ahli Tōte jenis Shuri-Te, untuk lebih meningkatkan penguasaannya akan seluruh jenis Tōte yang ada di Okinawa. Diakhir masa panjang studinya tersebut Gichin juga sempat menimba >ilmu secara langsung pada Sokon “Bushi” Matsumura & Kokan Oyadomari. Disamping mempelajari seni beladiri ,
Gichin juga dikenal gemar mempelajari filsafat dan sastra.Untuk lebih
memperdalam pencarian jiwanya akan sebuah inspirasi yang menuntunnya pada
pencapaian puncak akan kemurnian nilai filosofis dari Budō , ia sering sekali
bermeditasi atau menjelajahi sebuah hutan cemara ( dalam bahasa Jepang disebut TO ) yang cukup sejuk karena selalu dialiri oleh hembusan angin yang sepoi – sepoi ( dalam bahasa Jepang disebut SHO ) dikaki sebuah bukit yang terkenal
dengan sebutan bukit Tora no Maki (harimau yang tak pernah tidur) di pinggiran kota Shuri,Okinawa. Dibidang sastra ia diketahui banyak sekali menulis kaligrafi dan menghasilkan beberapa buah buku penting tentang beladiri (khususnya
Karate-dō), yaitu :
1. Ryukyu Kempo : Tōde (1922)
2. Rentan Goshin Karate Jutsu (1925)
3. Karate-dō Kyohan (1936)
4. Karate-dō Nyūmon (1939)
5. Karate-dō , my way of life (1949)
Semua hasil karyanya dibidang sastra ini selalu dibubuhinya dengan tandatangan / stempel yang berbunyi SHOTO. Ditahun 1903 Gichin bersama Itosu untuk pertama kalinya secara resmi memperkenalkan Tōte pada Shintaro Ogawa, seorang pejabat pemerintahan Jepang yang menjabat sebagai kepala sekolah kerajaan tingkat menengah pertama di Naha, Okinawa. Terkesan akan seni beladiri ini maka sang kepala sekolah meminta agar Tōte dimasukkan dalam kurikulum wajib mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolahnya.Untuk itu Itosu
menggubah lima buah Kata jenis Heian yang diambil dari Kanku-Dai agar dapat dipakai sebagai dasar awal untuk mempelajari Tōte, dan selanjutnya Gichin yang bertindak sebagai instrukturnya selama belasan tahun. Ditahun 1917 atas permintaan Departemen Pendidikan Jepang maka Direktorat Pendidikan Jasmani pun mempromosikan Gichin untuk mendemonstrasikan Tōte dalam upacara pembukaan Kejuaraan Atletik Nasional di Tokyo. Peragaan Tōte yang dilakukannya mengundang aplaus serta minat
banyak pihak dari kalangan akademis yang menyaksikannya saat itu. Ia pun banyak sekali mendapat tawaran dan undangan untuk memperkenalkan lebih jauh tentang seni beladiri Okinawa itu di Jepang. Ditahun 1922 Gichin hijrah sendirian ke Tokyo dalam rangka menyebarluaskan Tōte sesuai amanat terakhir Itosu yang meninggal pada 1915. Kehidupannya tergolong cukup berat saat itu, pagi ia bekerja sebagai
petugas kebersihan dan tukang kebun dan malam harinya ia memberikan latihan khusus pada para mahasiswa di asrama Universitas Suidobata, tempat ia menumpang tinggal untuk sementara. Salah satu murid awalnya pada saat itu
yang paling menonjol adalah Hironori Otsuka, yang sebelumnya pernah mendalami Ju-jutsu & Kendo (seni pertarungan pedang dengan penggunaan pedang kayu dalam latihannya).Selang beberapa waktu kemudian “tangan dingin” nya dalam hal pelatihan seni beladiri baru ini dengan cepat tersiar kemana – mana dan mampu
untuk membantu kehidupan ekonominya. Hal ini ditunjang pula oleh penerbitan buku pertamanya yang mengupas masalah Tōte secara mendetail, buku itu berjudul “Ryukyu Kempo : Tōde”. Bahkan belakangan ia mampu menyewa tempat khusus untuk berlatih bagi para murid – muridnya dan mendatangkan dua orang putranya.
Gigo dan Gichin Funakoshi (bapak & anak) |
kedua putranya itu hanya Gigo yang mengikuti jejak Gichin sebagai instruktur, Sedang dari Yoshihide Funakoshi (putra pertama) & Yoshitaka
“Gigo” Funakoshi (putra ketiga) , serta murid utamanya di Okinawa yaitu Takeshi Shimoda untuk membantu ia mengelola usahanya tersebut.Shimoda dianggap sebagai murid utama Gichin karena ia disamping murid paling senior dan berbakat
besar juga menjadi pendamping ataupun guru pengganti Gichin dalam sebuah latihan.dan bagi sementara kalangan di Shotokan Gigo dianggap sebagai seorang jenius karena beberapa inovasi yang dihasilkannya.Ia tercatat sebagai penciptaKizami Zuki, Ura Mawashi Geri, Gyaku Mikazuki Geri, Gyaku Mawashi Geri, Kata
Sochin versi Shotokan dan peletak dasar dari sistem Jiyu Kumite masa kini (hal ini sebenarnya pertama kali merupakan ide yang diusulkan dari tiga orang murid Gichin yang kebetulan mempelajari Kendo) .
Ditahun 1925 Gichin mendapat undangan khusus untuk dapat
mewakili demonstrasi teknik seni beladiri yang berasal dari
Okinawa pada acara rutin tahunan yang digelar oleh Nippon Budōkukai (Asosiasi Beladiri Jepang) di gedung pusat Butoku Den di Kyoto, yang istimewanya dihadiri oleh putra mahkota Jepang saat itu yaitu Pangeran Hirohito. Namanya pun semakin termasyhur kemana – mana dan salah satu pengagumnya adalah Jigoro Kano, pendiri Judō, yang kemudian mengundangnya untuk mengunjungi Kodokan, Dōjo miliknya yang merupakan pusat latihan seni beladiri terbesar & paling terkenal di Jepang pada jaman itu.Dari Jigoro Kano inilah Gichin mengadopsi beberapa teknik sapuan kaki, bantingan, metode latihan pertarungan dasar, model pakaian & sistem tingkatan ke dalam “kurikulum dan identitas” wajib latihannya, yang tetap dipakai sampai saat ini. Dan yang paling terpenting tentu saja model kurikulum latihan modern & pedoman moral berdasarkan konsep Dō yang didasari pada ajaran Zen asli yang diterapkan oleh Jigoro Kano pada Judō Kodokan.
Jigoro Kano |
Didasari oleh konsep Dō ini juga maka Gichin melarang diadakannya jenis
pertandingan nomor Kumite, jadi yang ada hanyalah kompetisi nomor Kata di intern
Dōjo yang bersangkutan saja.Pada tahun ini juga ia menerbitkan buku berjudul
“Rentan Karate Jutsu”, yang isinya menjelaskan secara jelas perbedaan Karate dengan Ju-jutsu.
Pada tahun 1932 Gichin membuka dojo resmi pertamanya di Meishojuku, Tokyo.Namun keberhasilan yang baru dimulai ini mulai mendapat cobaan, diawali dengan kematian mendadak Takeshi Shimoda pada tahun 1934 , orang yang sangat diharapkannya menjadi penerus.Belum selesai
rasa kehilangan mendalam yang dirasakannya , Gichin dikejutkan oleh pengunduran diri Hironori Otsuka yang rupanya “ribut” dengan Gigo karena sama - sama mengklaim diri sebagai pengganti resmi dari Shimoda. Pada tahun 1935 Hironori Otsuka mendirikan perguruannya sendiri yang ia berinama Wado-Ryu (Aliran Jalan Keharmonian) , sebagai simbol dari tindakan yang dipilihnya dalam perseteruan dengan Gigo.
Hironori Otsuka |
Pada tahun yang sama Gogen Yamaguchi, seorang murid utama
dari Chojun Miyagi mendirikan Goju-Kai di kota Kyoto yang
diafiliasikan pada nama perguruan yang didirikan gurunya di Naha yaitu Goju-Ryu (
Go = keras , Ju =lembut, sedangkan Kai = lembaga/organisasi ).Sebelumnya pada tahun 1930 Kenwa Mabuni mendirikan perguruan Shito-Ryu,dimana nama ini merupakan penggabungan dua kata dalam aksara Kanji Cina yaitu “Ito” dan “Higa” kedalam lafal Jepang yang dimaksudkan sebagaipenghormatan terhadap dua orang gurunya, Anko Itosu dan Kanryo Higaonna. Ditahun 1935 Masaru Sawayama, salah seorang murid utama Kenwa Mabuni,memisahkan diri dan lantas mendirikan Kempo Karate (aliran Karate yangdikombinasikan dengan Judō & tinju ).Aliran ini olehpara pengamat Budō masih dihitungsebagai sebuah aliran dalam Karate-dō.Perlu diingat harus dibedakan secara jelas keberadaan Kempo Karate yang takmemiliki kaitan apapun dengan Shorinji Kempo yang
Gogen Yamaguchi |
telah
lebih dulu ada pada tahun 1930.Meskipun secara sepintas nampak hampir sama dengan Tōte tradisional namun Shorinji Kempo (yang bila diamati seksama sebenarnya banyak mengadopsi teknik bantingan Judō dan kuncian Aikidō)
mengklaim tekniknya sebagai lebih“asli” dengan versi murni yang dipakai di Shaolin dan tetap mempertahankan nilai standar tradisionalnya dalam sebuah pertandingan resmi sampai saat ini.Tokoh – tokoh utama Shorinji Kempo adalah Taizen
Takemori, MasaharaHisataka & Sho Doshin (Nakano Michiomi).Kembali ke Gichin, menyikapi hal yang terjadi pada perguruannya ia lebih memilih untuk tidak menjadi “hakim” terhadap siapapun dan lalu setelah keluarnya Otsuka ia berkonsentrasi pada penulisan bukunya yang berjudul Karate-dō Kyohan yang diterbitkan pada tahun 1935 . Ada dua hal penting yangdihasilkan oleh bukunya ini, yaitu :
-Yang pertama adalah pemopuleran nama KARATE-DŌ secara besar – besaran untuk mengganti istilah aslinya, TŌTE. Sebenarnya pada tahun 1904 sudah ada penulis buku lain yang bernama Chomo Hanagi yang lebih dulu menggunakan frasa ini dalam bukunya yang berjudul Karate
Soshu Hen dan pada periode 1900 ~ 1930-an Tōte juga sering disebut masyarakat Jepang sebagai Karate-jutsu. Namun karena faktor Gichin sebagai seorang guru besar dalam sebuah disiplin seni beladiri maka orang secara
umum menganggap
dialah yang berjasa menggubah frasa ini.Sejak tahun
1920-an Gichin sudah sering kali menyebut Karate-dō untuk mengganti istilah Tōte, terutama sejak perkenalannya dengan konsep Dō lewat Jigoro Kano.Hal lain yang lebih mendorongnya untuk mempopulerkan
Jepang saat itu sangat bersifat ultra-nasionalisme dan chauvinisme
( perasaan Seperti diketahui bahwa pola pandangan masyarakat frasa ini saat itu sangat mungkin adalah faktor “tekanan” politik. kebanggaan yang berlebihan terhadap kehebatan bangsa
& negara ).Ditambah lagi dengan pecahnya perang antara Jepang dengan Cina yang berdampak munculnya sentimen akan semua yang “berbau & berasal dari Cina”.
Untuk itulah agaknya ia dengan sepenuh hati secara tegas menggunakan frasa ini
(yang mana Tōte berasal dari bahasa Cina) disamping mungkin didasari pemikiran
lainnya yang lebih bersifat kecocokan karena frasa KARA yang berarti kosong sesuai
dengan tampilan Karate-dō yang tak menggunakan senjata.
-Yang kedua adalah “peresmian” identitas
perguruannya.Seperti diketahui sejak awal Gichin tidak pernah menyebutkan
perguruannya dalam sebuah nama resmi ataupun berafiliasi pada sebuah aliran
yang lebih dulu ada.Para muridnyalah yang sebenarnya berjasa dalam hal
ini. Mereka memberikan nama SHOTOKAN pada perguruannya itu didasari
penggunaan nama SHOTO pada inisial tandatangan yang sering dipakai
Gichin dalam karya – karya sastranya. Kata KAN sendiri berarti sekolah dalam
bahasa Jepang. Untuk lambang perguruan dipakai sebuah gambar harimau dalam
bentuk seni grafis yang berasal dari lukisan Cina kuno yang terdapat pada
buku karyanya tersebut. Lambang ini sendiri merupakan karya Hoan Kosugi, sahabat
Gichin yang juga seorang pelukis terkenal saat itu.
Toranomaki |
Oleh Gichin lambang
ini dinamakan Tora no Maki (Harimau yang tak pernah terdidur)
sebagai kenangan pada masa pencarian kesempurnaan jiwanya di Okinawa dulu. Ditahun 1937 Gichin memindahkan Dōjonya ke tempat yang
lebih besar di daerah Mejiro.Dōjo ini dijadikan sebagai Dōjo pusat dari
seluruh cabang Shotokan yang telah cukup lama dibuka dibanyak kota –
kota besar oleh para murid – murid seniornya. Gigo berperan sangat besar dalam
latihan di tempat baru ini, bahkan metode yang dipakainya tergolong jauh
lebih keras dibandingkan metode latihan yang dipakai ayahnya. Banyak diantara para murid yang mengakui bahwa kelelahan
yang mereka rasakan sangat berat dikarenakan energi yang terkuras
sangat banyak bila dibandingkan dengan latihan di tempat lain. Beberapa nama besar yang mulai muncul pada saat itu
adalah Isao Obata, Shigeru Egami, Masutatsu Oyama, Masatoshi Nakayama,
Hidetaka Nishiyama, Hirokazu Kanazawa, Motokuni Sugiura, Mitsusuke Harada,
Tetsuhiko Asai, dll. Periode ini (sampai tahun 1940) tercatat sebagai jaman
keemasan yang pertama bagi Shotokan. Di akhir perang (tahun 1945) ada dua kejadian besar yang
sangat menggoyahkan jiwa Gichin, pertama hancurnya Dōjo Shotokan karena
serangan udara pasukan Sekutu dan yang kedua adalah kematian Gigo setelah
menderita sakit bawaan dari kecil yang diperparah cukup lama akibat buruknya
kondisi Tokyo selama perang besar itu berlangsung. Agaknya setelah perang selesai terjadi “kestagnanan” yang
berlangsung cukup lama, yaitu sekitar tiga-empat tahunan.Diakhir tahun 1948
beberapa murid senior Gichin yang mengepalai Dōjo di universitas – universitas
besar terkenal mulai melakukan gebrakan baru untuk keluar dari situasi
ini. Mereka berkumpul dalam rangka usaha merintis pembentukan sebuah wadah yang lebih
condong pada sentuhan manajemen profesionalisme olahraga Federation). Belakangan SKIF mampu menjadi
barometer tandingan bagi JKA, meskipun akhirnya belakangan Katsuya juga
berpisah dan mendirikan WSKF (World Shotokan Karate-do Federation) pada tahun
1990. Sepeninggal Nakayama sempat juga terjadi dualisme
kepengurusan yang cukup panas modern yang
meniru patron dunia olahraga yang berkembang di Amerika Serikat. Gichin
bisa menerima konsep ini dengan didasari pemikiran agar Karate bisa
tersebar keseluruh penjuru dunia sesuai cita – cita awalnya.
Maka ditahun 1949 berdirilah JKA (Japan Karate Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai Guru Besar, Isao Obata sebagai Presiden dan Masatoshi Nakayama sebagai Instruktur Kepala. Langkah konsolidasi yang bersifat “go public” ini segera menarik perhatian dari kesatuan – kesatuan pasukan Sekutu yang masih berada sampai jangka waktu yang lama di Jepang setelah Perang Dunia II berakhir.Untuk lebih menarik minat dengan mengandalkan nama besarnya, Gichin yang pada waktu itu sudah berusia 80-an masih sanggup memberikan pelatihan di Dojō JKA dan juga menerbitkan buku terakhir yang berjudul “Karate-dō , my way of life” yang berisikan biografi hidupnya. Para tentara Sekutu itu bukan hanya bergabung di JKA saja dan setelah mempelajari secara serius seni beladiri Jepang lalu membawanya pulang serta menyebarkan olahraga baru ini yang tergolong masih asing di telinga dunia Barat pada saat itu.Perlu dicatat bahwa pada saat itu di Eropa & Amerika orang hanya mengenal Judō & Ju- Jutsu yang tidak memiliki terlalu banyak peminat. Di tahun 1952 untuk pertama kalinya secara resmi sebuah grup yang terdiri atas para perwira muda dan instruktur jasmani militer dikirim oleh Komando Strategis AU Amerika Serikat ke Jepang untuk mempelajari secara serius teknik – teknik Judō, Aikidō & Karate-dō.Program latihan selama tiga bulan ini dimanfaatkan program selesai dengan cepat para murid Gichin yang menjadi instruktur dibawah nama JKA tak pernah sepi dalam menerima permintaaan untukmemperkenalkan sekaligus menjadi instruktur Karate dari seluruh penjuru dunia terutama di Amerika Serikat & Eropa.Persentuhan ini menimbulkan sebuah terobosan yang sangat “revolusioner” bagi pemikiran seorang Gichin Funakoshi yang sederhana, yang selalu mendasarkan ajarannya pada konsep Dō secara total.Hal yang revolusioner itu ialah permintaan dan kebutuhan untuk dapat diadakannya sebuah kompetisi resmi dalam bentuk sebuah kejuaraan. Meskipun sangat jarang sekali dicantumkan dalam biografi tentang dirinya, namun berdasarkan dari fakta serta dokumen yang otentik disebutkan Gichin menolak dengan keras hal ini.Meskipun JKA tak pernah mengakui secara resmi namun pada kenyataannya di tahun 1955 dengan diikuti oleh Shigeru Egami dan Mitsusuke Harada ia memilih keluar dari JKA dan tak pernah kembali lagi. Ia lantas “menyepi” dalam sebuah Dojō yang ia beri nama Shotokai, dimana ia secara total bisa tetap mempertahankan “keaslian” ajaran dan pandangannya tentang Karate-dō. Pada akhir tahun 1956, JKA sebagai sponsor utama sudah mantap untuk menyelenggarakan Turnamen Kejuaraan Karate-dō se-Jepang yang nantinya akan dianggap sebagai kejuaraan resmi pertama yang pernah diadakan di dunia modern. Penyelenggaraannya sendiri baru bisa dilaksanakan pada bulan Oktober 1957 dimana tercatat nama Hirokazu Kanazawa sebagai juara I dalam nomor Kumite (dua tahun berturut – turut) & nomor Kata. Agaknya JKA sendiri sangat mungkin baru “berani” melaksanakan kejuaraan ini setelah Gichin tidak ada. Gichin Funakoshi , sang maestro besar peletak metode baru dalam pemahaman akan sebuah seni beladiri yang dinamakannya Karate-dō (yang mendasari orang untuk menganggapnya sebagai Bapak Karate Modern) , tutup usia pada tanggal 26 April 1957 dalam usia ± 89 tahun. Sepeninggal Gichin Funakoshi JKA berkembang pesat dan bisa dianggap sebagai perguruan Karate yang paling besar pengaruhnya diseluruh dunia. Dalam hal ini ada dua orang yang bisa dianggap paling berperan besar. Yang pertama adalah Masatoshi Nakayama, ia melakukan banyak lawatan ke puluhan negara dalam rangka penyebaran Karate yang dilakukannya secara sistematis setelah menelaahnya sesuai ilmu keolahragaan modern yang memang sangat dikuasainya sebagai seorang profesor pada jurusan Pendidikan Jasmani di Universitas Takushoku. Nakayama menulis banyak buku tentang Karate-dō namun sayang ia meninggal mendadak pada tahun 1987. Yang kedua adalah Hidetaka Nishiyama, ia merupakan perintis awal penyebaran Karate di Amerika Serikat tempat dimana ia menetap sampai saat ini dan termasuk orang yang bisa dikategorikan sangat sukses secara ekonomi untuk ukuran praktisi seorang olahragawan. Nishiyama dalam latihannya lebih berpatokan pada segi teknik konservatif-tradisional dari Karate yang sudah baku tapi mampu disampaikannya secara luwes dan efisien. Tahun 1975 ia mendirikan IAKF (International Amateur Karate Federation) yang mana pada tahun 1985 berganti nama menjadi ITKF (International Traditional Karate-dō Federation). Saat ini ITKF a dalah pesaing utama WKF dalam kancah politik per Karate an dunia agar dapat diakui bersama secara resmi oleh IOC (Komite Olimpiade Internasional). Nampaknya hal utama yang menjadi penyebab persaingan yang cukup “panas” ini lebih dikarenakan oleh faktor chauvinisme lagi seperti halnya di era Gichin Funakoshi dulu. Dominasi tokoh Karate yang berasal dari dunia Barat dalam WKF tentu saja akan dianggap sebuah “penghinaan” tersendiri bagi para tokoh Karate di Jepang yang menganggap dirinya sebagai pewaris resmi dari produk budaya mereka namun disaingi oleh pihak asing yang bukan berasal dari kultur yang sama. Di tahun1977, JKA sempat digemparkan dengan kasus keluarnya Hirokazu Kanazawa dan Hitoshi Katsuya yang mendirikan SKIF (Shotokan Karate-dō International antara Motokuni Sugiura dengan Tetsuhiko Asai .Perseteruan dimulai tahun 1990 dan baru berakhir setelah melalui tingkat vonis oleh Mahkamah Agung di Tokyo pada tahun 1999. Motokuni Sugiura lah yang memperoleh pengesahan secara hukum dan setelah kekalahannya itu, Tetsuhiko Asai pada tahun yang sama mendirikan JKS (Japan Karate Shotorenmei). Saat ini bisa dikatakan JKA lebih tepat disebut sebagai sebuah konglomerasi olahraga daripada sekedar sebuah perguruan besar dikarenakan memiliki aset, dukungan dana maupun usaha sampingan yang sangat besar sekali bahkan koneksi bisnis & politiknya sangat menggurita kemana – mana diseluruh dunia. Disamping lewat JKA pengembangan Shotokan juga dilakukan pada tahun 1965 oleh Shigeru Egami yang memproklamirkan Shotokai sebagai sebuah organisasi Karate-do dalam bentuk resmi. Setelah ia meninggal posisinya digantikan oleh Mitsusuke Harada. Shotokai pun memiliki pengikut yang cukup besar diseluruh dunia dan tetap mempertahankan keaslian ajaran Gichin yaitu tidak mengenal adanya pertandingan apapun untuk mengukur keberhasilan seorang karateka yang menjadi praktisinya. Sebelumnya pada tahun 1948 Chojiro Tani mendirikan Shukokai, sebuah perguruan yang mengkombinasikan teknik – teknik Goju-ryu & Shito-ryu. Salah seorang muridnya yang bernama Nambu Yoshinao memperkenalkan aliran baru ini ke Prancis yang kemudian mendapatkan antusias yang sangat positif di Eropa dikarenakan metodenya yang dianggap sangat cocok untuk diterapkan dalam rangka memenuhi keinginan masyarakat Karate Eropa akan pengembangan Karate sebagai sebuah olahraga yang bercitarasa modern. Ditahun 1965 Nambu Yoshinao mendirikan alirannya sendiri yaitu Nambu-Dō. Tommy Morris, salah seorang pengikut Nambu Yoshinao yang berasal dari Skotlandia belakangan mendirikan perguruannya sendiri yang bernama Kobe Osaka Karate System. Hal ini perlu dimasukkan disini dikarenakan besarnya pengaruh yang dimainkan oleh Tommy Morris dalam hal penyusunan peraturan pertandingan yang diadopsi sebagai standar resmi oleh WKF pada saat ini. Peraturan yang digubah olehnya sangat mengacu pada sumber utama ajaran Shukokai yang lebih memfokuskan pada unsur observasi ketimbang tradisi. Di Okinawa pada tahun 1956, Chosin Chibana yang merupakan guru besar dari aliran Shuri-Te membentuk Okinawa Karate-dō Renmei sebagai federasi resmi bagi seluruh aliran Karate yang ada di Okinawa. Pada tahun 1957 Masutatsu Oyama yang sebelumnya sempat mempelajari Shotokan langsung dari Gichin Funakoshi dan juga sekaligus pernah mendalami Goju-ryu mendirikan Kyokushinkai , aliran baru yang diciptakannya setelah mengkombinasikan teknik Shotokan, sistem perkelahian jalanan dan teknik pernapasan serta Kata dari Goju-ryu yang dikembangkannya melalui pengkajian secara serius dalam waktu yang cukup lama. Alirannya ini dianggap cukup ekstrem oleh sebagian pakar Karate-dō dikarenakan model pertarungannya yang menggunakan sistem Full Body Contact seperti halnya pada pertarungan tinju. Pada tahun 1965 berdirilah FAJKO (Federation of All-JapanKarate-dō Organizations) sebagai wadah bersama dari empat aliran besar yang
ada di Jepang : Shotokan, Shito, Goju dan Wado.Hal ini
disusul oleh berdirinya EKF (European Karate-dō Federation) yang diprakarsai oleh
Henry D. Plee dari Prancis.Bersama FAJKO, EKF membidani lahirnya WUKO (World
Union Karate Organizations) serta penyelenggaraan kejuaraan dunia
Karate pertama pada tahun 1970.Saat ini WUKO telah berganti nama menjadi WKF
(World Karate Federation) dan hanya mengakui empat aliran saja yaitu : Shotokan,
Shito-ryu, Goju-ryu & Wado-ryu. Sebagai federasi dunia WKF membawahi lima konfederasi
yang mewakili lima regional utama internasional yaitu :
1. UAKF (Union of African Karate Federation)
2. AKF (Asian Karate Federation)
3. EKF (European Karate Federation)
4. OKF (Oceanian Karate Federation)
5. PKF (PanAmerican Karate Federation)
Berbeda dengan di Indonesia maka
hampir semua organisasi / perguruan Karate besar di dunia saat ini pada
umumnya secara tegas menyatakan dirinya sebagai lembaga yang murni bergerak
hanya pada bidang olahraga secara profesional dan bukan merupakan
organisasi yang bersifat / berkaitan dengan unsur sosial politik apapun juga.
TAMAT.
Misteri Tora no Maki
Selain berlatih karate pada Azato dan Itosu, Funakoshi juga belajar seni sastra pada gurunya ini. Tampaknya hal ini berpengaruh besar pada munculnya simbol harimau yang kemudian lazim dikenal dengan Tora no Maki yang digunakan oleh Shotokan dan Shotokai saat ini.
Ketika Funakoshi masih muda, dia
gemar berjalan-jalan dalam kesunyian diantara pohon-pohon cemara yang mengelilingi rumahnya di Shuri, Okinawa. Setelah sehari yang berat diisi dengan mengajar di beberapa sekolah di daerahnya ditambah beberapa jam lebih diisi dengan latihan karate yang giat, dia kerap kali akan mendaki Gunung Torao dan kemudian bermeditasi diantara pepohonan cemara dibawah bintang-bintang dan bulan yang terang. Gunung Torao amatlah dekat, gunung ini ditumbuhi pepohonan hingga begitu lebatnya yang apabila diamati dari kejauhan menyerupai ekor seekor harimau. Dalam kenyataannya nama Torao memang berarti ekor harimau.
Pada waktu-waktu berikutnya, Funakoshi menerangkan bahwa angin dingin yang berdesir diantara pepohonan cemara di Gunung Torao membuat pohon-pohon tersebut bergerak seperti layaknya gelombang yang memecah di pantai. Demikianlah, sejak didapatkannya inspirasi itu dia memilih nama Shoto yang selalu dibubuhkannya sebagai tanda tangan di akhir karya tulisnya.
“Shoto” sebagai nama yang ditulis oleh Funakoshi memiliki arti pohon cemara yang bergerak laksana gelombang. Sedangkan “kan” berarti ruang atau balai utama yang kemungkinan besar tempat murid-muridnya berlatih. Nama ini kemudian dianugerahkan oleh murid-muridnya sebagai penghormatan pada Funakoshi dengan ditulis pada papan nama dojo yang dibangun di Tokyo tahun 1936.
Munculnya simbol harimau yang dikerjakan oleh Hoan Kosugi ini tidak begitu jelas. Sumber pertama menyebutkan ketika Funakoshi berniat kembali ke Okinawa dirinya didatangi oleh Hoan Kosugi. Seorang pelukis ternama saat itu yang meminta pelajaran karate bagi dirinya dan teman-temannya di Kelompok Tabata. Perkumpulan ini adalah wadah berkumpulnya para seniman yang terbaik di masa itu. Kosugi meminta pelajaran dari Funakoshi karena saat itu dia tidak menemukan guru karate yang lebih pantas dari Funakoshi.
Ketika itu Funakoshi berniat menulis buku Ryukyu Kempo Karate, Kosugi mengatakan pada Funakoshi kalau dirinya bersedia melukis sampul depannya. Kosugi kemudian melukis gambar harimau yang disebutnya Tora no Maki. Di Jepang istilah Tora no Maki merupakan istilah resmi bagi karya tulis untuk suatu seni atau suatu sistem. Kosugi menjelaskan pada Funakoshi bahwa buku yang akan ditulisnya akan menjadi “Tora no Maki” nya karate. Dan sejak kata “tora” berarti harimau, Kosugi melukis gambar harimau sebagai simbolnya.
Sumber lain mengatakan kalau Kosugi sangat terkesan dengan latihan karate yang diterimanya dari Funakoshi. Kemudian ketika didengarnya Funakoshi akan menulis buku dengan segera dia mengusulkan diri untuk melukis sampulnya. Dikatakan bahwa Kosugi mengambil ide harimau karena menurut kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Harimau mempunyai sifat yang tenang namun tetap waspada. Perasaan ini dirasakan oleh Kosugi ketika berlatih dibawah Funakoshi. Tampaknya makna ini dikemudian menjadi sangat populer.
Funakoshi sangat terkesan ketika diterimanya hasil karya Kosugi ini. Mengingatkannya akan kenangan masa mudanya ketika masih mendaki gunung Torao. Funakoshi berniat membayar hasil karya ini, namun Kosugi menolaknya. Kosugi hanya meminta Funakoshi mengajarinya karate berikut filosofi besar yang terkandung didalamnya. Terharu mendengar jawaban ini, Funakoshi menerima tawaran itu dan merekapun terus menjalin persahabatan baik.
Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Funakoshi sendiri yang meminta pada Kosugi untuk melukis simbol harimau itu baginya. Setelah diketahuinya Kosugi adalah seorang pelukis yang pandai.
Tidak dapat dipastikan mana yang pasti dari kisah-kisah itu. Barangkali diantara kisah-kisah itu ada yang benar. Namun yang pasti Funakoshi kemudian menggunakan lukisan harimau itu sebagai sampul depan bukunya Ryukyu Kempo Karate yang terbit tahun 1922.
Setelah meninggalnya Funakoshi seluruh aset, dokumen berikut lukisan harimau diserahkan kepada Shigeru Egami oleh keluarga Funakoshi. Egami sendiri di kemudian hari tetap pada Shotokai sebagai organisasinya.(Indoshotokan)
Inkai Ranting Karate Amboy
August 25, 2015
CB Blogger
IndonesiaPada waktu-waktu berikutnya, Funakoshi menerangkan bahwa angin dingin yang berdesir diantara pepohonan cemara di Gunung Torao membuat pohon-pohon tersebut bergerak seperti layaknya gelombang yang memecah di pantai. Demikianlah, sejak didapatkannya inspirasi itu dia memilih nama Shoto yang selalu dibubuhkannya sebagai tanda tangan di akhir karya tulisnya.
“Shoto” sebagai nama yang ditulis oleh Funakoshi memiliki arti pohon cemara yang bergerak laksana gelombang. Sedangkan “kan” berarti ruang atau balai utama yang kemungkinan besar tempat murid-muridnya berlatih. Nama ini kemudian dianugerahkan oleh murid-muridnya sebagai penghormatan pada Funakoshi dengan ditulis pada papan nama dojo yang dibangun di Tokyo tahun 1936.
Munculnya simbol harimau yang dikerjakan oleh Hoan Kosugi ini tidak begitu jelas. Sumber pertama menyebutkan ketika Funakoshi berniat kembali ke Okinawa dirinya didatangi oleh Hoan Kosugi. Seorang pelukis ternama saat itu yang meminta pelajaran karate bagi dirinya dan teman-temannya di Kelompok Tabata. Perkumpulan ini adalah wadah berkumpulnya para seniman yang terbaik di masa itu. Kosugi meminta pelajaran dari Funakoshi karena saat itu dia tidak menemukan guru karate yang lebih pantas dari Funakoshi.
Ketika itu Funakoshi berniat menulis buku Ryukyu Kempo Karate, Kosugi mengatakan pada Funakoshi kalau dirinya bersedia melukis sampul depannya. Kosugi kemudian melukis gambar harimau yang disebutnya Tora no Maki. Di Jepang istilah Tora no Maki merupakan istilah resmi bagi karya tulis untuk suatu seni atau suatu sistem. Kosugi menjelaskan pada Funakoshi bahwa buku yang akan ditulisnya akan menjadi “Tora no Maki” nya karate. Dan sejak kata “tora” berarti harimau, Kosugi melukis gambar harimau sebagai simbolnya.
Sumber lain mengatakan kalau Kosugi sangat terkesan dengan latihan karate yang diterimanya dari Funakoshi. Kemudian ketika didengarnya Funakoshi akan menulis buku dengan segera dia mengusulkan diri untuk melukis sampulnya. Dikatakan bahwa Kosugi mengambil ide harimau karena menurut kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Harimau mempunyai sifat yang tenang namun tetap waspada. Perasaan ini dirasakan oleh Kosugi ketika berlatih dibawah Funakoshi. Tampaknya makna ini dikemudian menjadi sangat populer.
Funakoshi sangat terkesan ketika diterimanya hasil karya Kosugi ini. Mengingatkannya akan kenangan masa mudanya ketika masih mendaki gunung Torao. Funakoshi berniat membayar hasil karya ini, namun Kosugi menolaknya. Kosugi hanya meminta Funakoshi mengajarinya karate berikut filosofi besar yang terkandung didalamnya. Terharu mendengar jawaban ini, Funakoshi menerima tawaran itu dan merekapun terus menjalin persahabatan baik.
Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Funakoshi sendiri yang meminta pada Kosugi untuk melukis simbol harimau itu baginya. Setelah diketahuinya Kosugi adalah seorang pelukis yang pandai.
Tidak dapat dipastikan mana yang pasti dari kisah-kisah itu. Barangkali diantara kisah-kisah itu ada yang benar. Namun yang pasti Funakoshi kemudian menggunakan lukisan harimau itu sebagai sampul depan bukunya Ryukyu Kempo Karate yang terbit tahun 1922.
Setelah meninggalnya Funakoshi seluruh aset, dokumen berikut lukisan harimau diserahkan kepada Shigeru Egami oleh keluarga Funakoshi. Egami sendiri di kemudian hari tetap pada Shotokai sebagai organisasinya.(Indoshotokan)
TRADISI KARATEKA INKAI
Salam Karate... OSH!!!
Etika bagi sesama karateka adalah mengucapkan lafal “OSH” yang merupakan singkatan dari “OSHINABU” yang mengandung arti pantang menyerah. Apabila seorang karateka bertemu dengan kohai (=adik seperguruan) atau senpai (=kakak seperguruan) maupun sensei (=guru [DAN III keatas]) maka ia sebaiknya mengucapkan salam tersebut yang diawali dengan sikap badan siap lalu membungkukkan badan, sehingga dengan cara tersebutlah (karate-do) karateka menunjukkan rasa respeknya. Osh juga berarti “saya mengerti” dan “terima kasih”.Upacara Dilakukan pada saat sebelum dan sesudah latihan karate, ujian kenaikan tingkat (Kyu maupun DAN), demonstrasi pertandingan, rapat lengkap organisasi dan kongres.
Upacara tradisi karate terdiri dari :
1. Menyiapkan karateka secara tata upacara karate.
2. Pembacaan Sumpah Karate.
3. Mengucapkan Sumpah Karate
- Sanggup Memelihara Kepribadian
- Sanggup Patuh pada kejujuran
- Sanggup Memp[ertinggi Prestasi
- Sanggup Memp[ertinggi Prestasi
- Sanggup Menjaga sopan santun
- Sanggup Menguasai diri
4. Menenangkan pikiran (makusho).
5. Penghormatan terhadap bendera negara, serta lambang perguruan serta induk organisasi.
- Hormat kepada
- Bendera Merah Putih
- Lambang Forki
- Lambang Perguruan INKAI
6. Penghormatan lengkap terhadap pelatih, sesama karateka, dan tempat latihan (dojo).
7. Hormat Kepada Sensei, Senpei, Kohai dan Dojo
Tata cara upacara karate disusun sebagai berikut
- Barisan disusun secara senioritas berurut dari kanan ke kiri.
- Pimpinan upacara adalah Majelis Sabuk Hitam yang mengambil tempat didepan barisan (saf) kohai.
- Pengucapan sumpah karate oleh tingkatan kyu paling senior.
- Upacara diusahakan tersedia bendera negara dan bendera perguruan serta induk organisasi olah raga.
- Upacara yang dihadiri lebih dari satu orang majelis sabuk hitam maka barisan disusun secara senioritas mulai dari paling kanan barisan.
Inkai Ranting Karate Amboy
August 25, 2015
CB Blogger
IndonesiaSejarah Karate
Menurut sejarah, Okinawa sebelum menjadi bagian dari Jepang adalah suatu wilayah berbentuk kerajaan yang bebas merdeka. Pada waktu itu Okinawa
mengadakan hubungan dagang dengan pulau-pulau tetangga. Dan memang Okinawa mendapatkan pengaruh yang kuat akan budaya Cina. Sebagai pengaruh pertukaran budaya itu banyak orang-orang Cina dengan latar belakang yang bermacam-macam datang ke Okinawa mengajarkan bela dirinya pada orang-orang setempat. Yang di kemudian hari menginspirasi nama kata seperti Jion yang mengambil nama dari biksu Budha. Sebaliknya orang-orang Okinawa juga banyak yang pergi ke Cina lalu kembali ke Okinawa dan mengajarkan ilmu yang sudah diperoleh di Cina.
Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar. Tahun 1609 Kelompok Samurai Satsuma
dibawah pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa dan tetap meneruskan larangan ini. Bahkan mereka juga menghukum orang-orang yang melanggar larangan ini. Sebagai tindak lanjut atas peraturan ini orang-orang Okinawa berlatih Okinawa-te (begitu mereka menyebutnya) dan Ryukyu Kobudo (seni senjata) secara sembunyi-sembunyi. Latihan selalu dilakukan pada malam hari untuk menghindari intaian. Tiga aliranpun muncul masing-masing memiliki ciri khas yang namanya sesuai dengan arah asalnya, yaitu : Shurite , Nahate dan Tomarite.
Namun demikian pada akhirnya Okinawate mulai diajarkan ke sekolah-sekolah dengan Anko Itosu (juga mengajari Funakoshi) sebagai instruktur pertama
sekitar awal tahun . Dan tidak lama setelah itu Okinawa menjadi bagian dari Jepang, membuka jalan bagi karate masuk ke Jepang. Gichin Funakoshi ditunjuk mengadakan demonstrasi karate di luar Okinawa bagi orang-orang Jepang.
Gichin Funakoshi dilahirkan di
Yamakawa Shuri, Okinawa, pada tahun 1868, Funakoshi belajar karate pada Azato dan Itosu. Setelah berlatih begitu lama, pada tahun 1916 (ada yang pula yang mengatakan 1917) Funakoshi diundang ke Jepang untuk mengadakan demonstrasi di Nippon Butokukai Kyoto yang merupakan pusat dari seluruh bela diri Jepang saat itu.
Selanjutnya pada tahun 1921, putra mahkota yang kelak akan menjadi kaisar Jepang datang ke Okinawa dan meminta Funakoshi untuk demonstrasi. Bagi
Funakoshi undangan ini sangat besar artinya karena demonstrasi itu dilakukan di arena istana. Tahun 1922 Setelah demonstrasi kedua ini Funakoshi seterusnya tinggal di Jepang di sebuah asrama untuk pelajar.
Selama di Jepang pula Funakoshi banyak menulis buku-bukunya yang terkenal hingga sekarang. Seperti "Ryukyu Kempo : Karate" dan "Karate-do Kyohan".
Buku-bukunya masih dianggap sebagai salah satu karya terbaik dalam dunia karate sekaligus pioner buku karate di masa itu. Dan sejak saat itu klub-klub karate terus bermunculan baik di sekolah dan universitas.
Gichin Funakoshi selain ahli karate juga pandai dalam sastra dan kaligrafi. Nama Shotokan diperolehnya sejak kegemarannya mendaki gunung Torao (yang
dalam kenyataannya berarti ekor harimau). Dimana dari sana terdapat banyak pohon cemara ditiup angin yang bergerak seolah gelombang yang memecah dipantai. Terinspirasi oleh hal itu Funakoshi menulis sebuah nama "Shoto" sebuah nama yang berarti kumpulan cemara yang bergerak seolah gelombang, dan "Kan" yang berarti ruang atau balai utama tempat
muridnya-muridnya berlatih.
Simbol harimau yang digunakan karate Shotokan yang dilukis oleh Hoan Kosugi (salah satu murid pertama Funakoshi), mengarah kepada filosofi tradisional Cina yang mempunyai makna bahwa ’’harimau tidak pernah tidur’’. Digunakan dalam karate Shotokan karena bermakna kewaspadaan dari harimau yang sedang terjaga dan juga ketenangan dari pikiran yang damai yang dirasakan Gichin Funakoshi ketika sedang mendengarkan suara gelombang pohon cemara dari atas Gunung Torao.
Sekalipun Funakoshi tidak pernah memberi nama pada aliran karatenya, murid-muridnya mengambil nama itu untuk dojo yang didirikannya di Tokyo tahun sekitar tahun 1936 sebagai penghormatan pada sang guru. Selanjutnya pada tahun 1949 Japan Karate Association (JKA) berdiri dengan Gichin Funakoshi sebagai guru besar.
Shotokan adalah karate yang
mempunyai ciri khas beragam teknik lompatan (lihat Enpi, Kanku dai, Kanku sho dan Unsu), gerakan yang ringan dan cepat. Membutuhkan ketepatan waktu dan tenaga untuk melancarkan suatu teknik. Shotokan juga menggunakan kuda-kuda yang lebih lebar dan pukulan yang kuat.
Gichin Funakoshi percaya bahwa akan membutuhkan waktu seumur hidup untuk menguasai manfaat dari kata. Dia memilih kata yang yang terbaik untuk
penekanan fisik dan bela diri.
Yang mana mempertegas keyakinannya bahwa karate adalah sebuah seni daripada olah raga. Baginya kata adalah karate. Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.
Funakoshi diangkat sebagai Bapak Karate Moderen karena usahanya yang terus menerus melakukan modernisasi dalam karate. Sebagai penghargaan kepadanya dibangun sebuah monumen di kuil Enkakuji. Hingga kini 4 besar aliran karate di Jepang yaitu Shotokan, Gojuryu, Wadoryu dan Shitoryu.
Gichin Funakoshi
Gichin Funakoshi
Jika ada laki-laki yang dipercaya menempatkan karate sampai dapat diterima di Jepang, dan pada posisi yang dapat dinikmati oleh orang-orang Jepang, dialah Gichin Funakoshi. Dilahirkan di Yamakawa Prefektur Shuri Okinawa tanggal 10 November 1868, Funakoshi masih memiliki garis darah keturunan keluarga samurai salah satu bangsawan di Okinawa. Funakoshi terlahir bukan sebagai anak yang sehat karena seringnya sakit-sakitan. Namun dari ketekunannya mampu menjadikannya Shotokan sebagai salah satu aliran karate yang tidak hanya empat besar di Jepang namun terbesar didunia.
Akibat kondisi fisiknya yang kurang
baik, orang tuanya membawanya pada Azato dan Itosu untuk belajar karate. Selain dari mereka Funakoshi juga menerima pelajaran dari Arakaki Seisho (yang dipercaya menemukan kata Unsu) dan Sokon Matsumura yang merupakan tokoh sentral dari tidak hanya 4 besar aliran karate di Jepang namun juga aliran karate lain.
Funakoshi diberikan kepercayaan oleh para tokoh bela diri di Okinawa membawa karate ke Jepang. Sekitar tahun 1916 demonstrasi pertama karate diluar
Okinawa dilangsungkan. Butokuden yang saat itu adalah pusat seni bela diri dan olahraga Jepang masa itu dipilih sebagai tempat untuk melakukan demonstrasi. Namun sayang sekali demonstrasi itu tidak berlangsung sukses, hal itu karena kebanyakan orang Jepang tidak tertarik dengan bela diri tangan kosong. Karena saat itu sudah ada Naginata (bela diri bersenjata tongkat dengan pisau tajam diujungnya) dan kendo yang merupakan penerus dari teknik samurai.
Walau demikian tawaran demonstrasi berikutnya datang dari calon putra mahkota negeri Jepang yang berkunjung ke Okinawa. Dan sekitar tahun 1922 awal
musim panas Funakoshi kembali melakukan demonstrasi di Tokyo atas prakarsa Menteri Pendidikan Jepang. Demonstrasi ini berjalan sukses, Jigaro Kano (salah satu pendiri Judo) sangat terkesan dengan demonstrasi itu dan meminta Funakoshi tinggal di Jepang. Sejak saat itu Funakoshi tinggal di Jepang.
Selama di Jepang Funakoshi tinggal di Suidobata, sebuah asrama kecil di Tokyo. Siang hari Funakoshi bekerja sebagai tukang kebun dan penjaga asrama. Untuk membayar makanannya, Funakoshi membujuk koki diasrama itu dan sebagai ganti diajarinya karate. Dan sejak saat itu banyak bermunculan klub karate baik di sekolah maupun universitas. Begitu antusiasnya orang-orang Jepang berlatih karate, sampai-sampai sulit ditemukan tempat kosong untuk berlatih. Tiap hari diisi dengan latihan karate di hampir seluruh pelosok Jepang.
Di Jepang langkah modernisasi
karate yang dilakukan Gichin Funakoshi diantaranya pengubahan huruf kanji karate yang sebelumnya lebih bermakna Cina kini dengan dialek Jepang berikut huruf kanjinya namun dengan pengucapan yang sama. Untuk penegasan pengubahan dialek dan penulisannya, dalam bukunya Karate-do Kyohan yang terbit tahun 1936 Funakoshi menggunakan perubahan ini.
Selain itu juga pengubahan dan penulisan nama-nama kata yang sebelumnya masih menggunakan dialek Okinawa. Hal itu penting dilakukan agar karate dapat diterima oleh budaya Jepang. Selama di Jepang pula Funakoshi menulis buku-buku yang terkenal sampai sekarang. Setelah Karate-do Kyohan adalah buku Karate-do Nyumon yang diterbitkan tahun 1943.
Sekitar tahun 1936 dojo yang pertama berdiri di Meishojuku. Murid-murid Funakoshi menganugerahkan nama Shotokan pada papan nama perguruan
sebagai penghormatan dan penghargaan pada Funakoshi. Walau demikian, sebenarnya Funakoshi tidak pernah memberikan nama apapun pada alirannya. Namun sayangnya dojo ini hancur karena saat itu Jepang dilanda serangan pasukan sekutu. Setelah perang tahun 1949 pengikut Funakoshi kembali bersatu, dan mendirikan sebuah wadah yang bernama Asosiasi Karate Jepang
(Japan Karate Association) dengan Gichin Funakoshi sebagai instruktur kepala.
Funakoshi sangat menekankan
murid-muridnya agar menguasai teknik-teknik dasar sebelum belajar tingkat lanjut. Adalah keyakinan Funakoshi bahwa karate adalah seni bela diri daripada olah raga. Bagi Funakoshi kata adalah karate. Dalam
bukunya Karate-do Kyohan Funakoshi menyatakan,’’Beberapa anak muda antusias pada karate percaya bahwa karate hanya bisa dipelajari lewat instruktur di dojo. Walaupun kebanyakan dari mereka adalah orang yang mahir teknik, tetapi bukanlah karateka sejati. Sebuah nasihat bijak berkata bahwa semua tempat dapat menjadi dojo, dan itu berarti setiap
orang yang ingin mengikuti jalan karate tidak boleh lupa hal ini. Karate-do tidak hanya berlatih cara membela diri tapi juga menguasai seni untuk menjadi bagian anggota masyarakat yang baik dan jujur.’’
Hal ini juga yang mempertegas keyakinannya untuk mencari kesempurnaan karakter dari berlatih karate daripada sekedar memecahkan rekor atau
prestasi. Gichin Funakoshi meninggal pada tanggal 26 April 1957.