TAMESHIWARI
Bagi orang awam atau mereka yang tidak memahami bahkan tidak pernah bersentuhan dengan Seni Beladiri Karate, di manapun di dunia ini umumnya sangat kagum dan tertarik melihat seorang memperagakan` Tameshiwari ` yang sering digandengkan dalam suatu pertunjukan Karate. Entah pertandingan ataupun sekedar demonstrasi, sehingga Karate sering diidentikan dengan Tameshiwari. Seolah-olah Karate itu Tameshiwari dan Tameshiwari adalah Karate. Tameshiwari adalah teknik memecah belah benda keras dengan organ tubuh, seperti dengan tangan, kaki atau juga kepala yang sering melengkapi dan menyertai pertandingan atau demonstrasi karate.
Tameshiwari dipersiapkan sebelumnya dengan baik sehingga hasilnya terlihat sangat spektakuler dan dahsyat. Pada umumnya yang menjadi obyek memang benda statis seperti batu bata, papan kayu, balok es, dan lain sebagainya. Sehingga konsentrasi, pengerahan tenaga, kekuatan dan kecepatan bisa dilakukan dengan baik dan nyaris sempurna ke arah titik fokus sasaran. Karena obyek bukan benda bergerak, maka titik sasaran bisa dikenai dengan jitu dan tepat. Akibatnya, tameshiwari bisa dilakukan dengan baik dan berhasil, berbeda dengan target yang bergerak.
Master Oyama, sebagai pendiri Kyokushinkai Karate adalah orang yang layak disebut sebagai pelopor dalam mempopulerkan teknik pemecahan benda benda keras ini khususnya pada abad ke 20, terutama setelah Perang Dunia II. Ketrampilan ini sudah dipersiapkan melalui latihan keras jauh sebelumnya. Kekuatan dan keampuhan khususnya bagian tangannya (Shuto - Pisau Tangan) dan Seiken (Kepal Tangan) terkenal amat dahsyat. Memecah belah atau mematahkan benda benda keras yang diperagakan pada mula kebangkitan sistem Aliran Kyokushin ini sering merupakan demonstrasi yang jarang dilakukan karateka lain yang lahir dengan sistem berbeda sebelumnya. Demonstrasi seperti ini sering diperagakan di dalam negeri maupun di luar Jepang yaitu dengan mengadakan tur ke ke Amerika Serikat, sebagai pintu gerbang utama yang memunginkan segala sesuatu cepat dikenal secara mendunia apabila mendapat perhatian dan respons baik serta sambutan masyarakat dan media massa Negara Paman Sam tersebut.
Karate saat itu Karate kepopulerannya menurun dibandingkan Seni Beladiri yang lain seperti Judo, Jujitsu. Terutama di Indonesia, karate masih jarang dikenal, kecuali melalui berita media massa yang ada. Karate mulai masuk Indonesia sekitar tahun 1964, yaitu aliran Shotokan yang dibawa oleh Bapak Drs. Baud A.D. Adikusumo dan kemudian oleh beberapa Karateka lain setelah mereka menyelesaikan studinya di Jepang. Kebanyakan beraliran Shotokan yang merupakan aliran tertua di Jepang dan ada juga yang masuk hampir bersamaan dari aliran Goju Ryu dan Wado Ryu.
Master Oyama lahir di Korea pada tahun 1923 pada saat Master Gichin Funakoshi sebagai `Pelopor` Karate modern membawa masuk dan memperkenalkan Seni Beladiri ini dari Pulau Okinawa yang dikenal dengan nama Okinawa te (Tangan orang Okinawa) ke Jepang yang akhirnya diberi nama `Karate` (Kara = Kosong, Te = Tangan). Aliran Shotokan yang dikembangan Master Gichin Funakoshi, Bapak Karate Modern ini merupakan Aliran Tertua Karate yang tumbuh di Jepang. Di Pulau Okinawa memang dikenal tiga kelompok Seni Beladiri yang menamakan diri sebagai : Naha te, Tomari te dan Okinawa te.
Okinawa te yang mungkin keras, kasar, kurang sistematis dan tidak tertata secara ilmiah, dibenahi oleh Gichin Funakoshi. Kejadian ini seperti halnya Ju Jitsu yang dimodernisir dan diilmiahkan serta disusun secara lebih sistematis menjadi Judo oleh Prof. Jigoro Kano dan bisa dipertandingkan menjadi Judo Olah Raga yang kita kenal hingga sekarang. Prof. Morihei Uyeshiba memperkenalkan Aikido untuk kalangan elite dan atas serta para bangsawan saja saat itu. Beberapa tokoh seni beladiri memperkenalkan sistemnya seperti Master Gogen Yamaguchi dengan Goju Ryunya, Master Kenwa Mabuni dan lain lain.
Di Jepang memang terdapat puluhan macam aliran karate setelah itu tetapi hanya beberapa yang bertahan dan dikenal luas di dunia hingga kini. Dalam melakukan Tameshiwari, walau semua itu sudah dipersiapkan dengan baik dan maksimal masih juga terjadi kegagalan.
Master Oyama cukup sportif juga dan mengakui, dirinya yang demikian perkasa pernah juga babak belur dikeroyok beberapa pemuda gang hingga terpaksa dirawat di rumah sakit. Tiada sesuatu yang mutlak kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa. Usaha mencari popularitas dan keuntungan materi terjadi pada Peristiwa Bandot Rahardo yang mencoba memukul dan mematahkan tanduk sapi jantan yang tidak seberapa besar di Senayan sekitar tahun 1960 umpamanya, yang gagal total dan demonstrasi-demonstrasi pemecahan benda keras hasil trik dan rekayasa yang kemudian bermunculan disana sini dan sering justru memancing kekecewaan dan cemooh.
Segera setelah apa yang dilakukan oleh Pendiri Aliran Kyokushin Karate ini, di dunia muncul tiruan-tiruan dan teknik-teknik imitasi yang berbau penipuan dengan berbagai trik dan rekayasa. Semuanya ini bukan hasil usaha yang tekun dan murni karena kekuatan fisik dan mental yang terbentuk melalui latihan yang berat dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup panjang, tetapi sekedar ingin populer secara mendadak dan mencampuradukkan pengertian yang sebenarnya dengan sesuatu pandangan yang keliru sehingga menimbulkan kerancuan yang sering mengakibatkan pandangan yang salah dari masyarakat luas terhadap karate.
Akibat kesalahpahaman dan salah anggapan yang sudah jauh masuk dalam pikiran orang awam serta mereka yang tidak memahami arti sesungguhnya hubungan antara Tameshiwari dan Seni Beladiri Karate, sering timbul pendewaan dan mengagung-agungkan kebisaan ini sehingga seorang yang sanggup memecah belah benda-benda keras dengan organ tubuhnya lalu digelari `Jago Karate`. Nilai seorang karateka jadi merosot dan dangkal. Memang, seorang karateka yang terbina dengan baik, lengkap dan berimbang, setidak tidaknya mempunyai kemampuan melakukan `Tameshiwari` sekedar sebagai pelengkap ilmunya demi untuk memenuhi syarat bahwa arti `KARATE` adalah `TANGAN KOSONG`. Senjata utama seorang karateka memang adalah bagian badannya, khususnya bagian tangan untuk membela diri. Umpama Seiken (Kepal Tangan) dan Shuto (Pisau Tangan) yang berfungsi menonjol dan dominan disamping kegunaan kaki. Kedua bagian tubuh ini terasa paling praktis untuk membela diri dan melumpuhkan lawan. Kaki berguna dan seyogyanya tidak diabaikan kemampuannya karena kekuatan kaki bisa berlipat ganda dari tenaga tangan asal terlatih.
Demikianlah seorang karateka karena kesiapannya bisa melakukan `Tameshiwari` yang berimbang dengan kondisi fisiknya dan kemampuannya,tetapi sebaliknya, seorang yang sanggup melakukan `Tameshiwari` betapapun hebatnya, belum tentu seorang karateka, karena seorang karateka tidak diukur dan dinilai kemampuan lahiriah belaka atau sekedar kekuatan fisik yang dimilikinya, walau sanggup menampilkan kesuperiorannya yang mengagumkan.
Berlatih seni beladiri (karate), mendalaminya dan memahami arti yang sebenarnya, berarti sanggup menekan nafsu dan mengendalikan diri sendiri yang sering bersifat egosentris. Bukan malahan dengan menguasai Seni Beladiri, seseorang makin gampang mengumbar nafsu angkara murkanya bermodalkan kelebihannya, apalagi pamer diri secara penuh keangkuhan dan kecongkakan serta merasa bangga diri bisa melecehkan pihak lain khususnya terhadap mereka yang tak berdaya. Mencelakai sesamanya karena mengagung-agungkan kelebihan dan kemampuan fisiknya.
Sumber gambar : karatebyjesse.com
Tameshiwari dipersiapkan sebelumnya dengan baik sehingga hasilnya terlihat sangat spektakuler dan dahsyat. Pada umumnya yang menjadi obyek memang benda statis seperti batu bata, papan kayu, balok es, dan lain sebagainya. Sehingga konsentrasi, pengerahan tenaga, kekuatan dan kecepatan bisa dilakukan dengan baik dan nyaris sempurna ke arah titik fokus sasaran. Karena obyek bukan benda bergerak, maka titik sasaran bisa dikenai dengan jitu dan tepat. Akibatnya, tameshiwari bisa dilakukan dengan baik dan berhasil, berbeda dengan target yang bergerak.
Master Oyama, sebagai pendiri Kyokushinkai Karate adalah orang yang layak disebut sebagai pelopor dalam mempopulerkan teknik pemecahan benda benda keras ini khususnya pada abad ke 20, terutama setelah Perang Dunia II. Ketrampilan ini sudah dipersiapkan melalui latihan keras jauh sebelumnya. Kekuatan dan keampuhan khususnya bagian tangannya (Shuto - Pisau Tangan) dan Seiken (Kepal Tangan) terkenal amat dahsyat. Memecah belah atau mematahkan benda benda keras yang diperagakan pada mula kebangkitan sistem Aliran Kyokushin ini sering merupakan demonstrasi yang jarang dilakukan karateka lain yang lahir dengan sistem berbeda sebelumnya. Demonstrasi seperti ini sering diperagakan di dalam negeri maupun di luar Jepang yaitu dengan mengadakan tur ke ke Amerika Serikat, sebagai pintu gerbang utama yang memunginkan segala sesuatu cepat dikenal secara mendunia apabila mendapat perhatian dan respons baik serta sambutan masyarakat dan media massa Negara Paman Sam tersebut.
Karate saat itu Karate kepopulerannya menurun dibandingkan Seni Beladiri yang lain seperti Judo, Jujitsu. Terutama di Indonesia, karate masih jarang dikenal, kecuali melalui berita media massa yang ada. Karate mulai masuk Indonesia sekitar tahun 1964, yaitu aliran Shotokan yang dibawa oleh Bapak Drs. Baud A.D. Adikusumo dan kemudian oleh beberapa Karateka lain setelah mereka menyelesaikan studinya di Jepang. Kebanyakan beraliran Shotokan yang merupakan aliran tertua di Jepang dan ada juga yang masuk hampir bersamaan dari aliran Goju Ryu dan Wado Ryu.
Master Oyama lahir di Korea pada tahun 1923 pada saat Master Gichin Funakoshi sebagai `Pelopor` Karate modern membawa masuk dan memperkenalkan Seni Beladiri ini dari Pulau Okinawa yang dikenal dengan nama Okinawa te (Tangan orang Okinawa) ke Jepang yang akhirnya diberi nama `Karate` (Kara = Kosong, Te = Tangan). Aliran Shotokan yang dikembangan Master Gichin Funakoshi, Bapak Karate Modern ini merupakan Aliran Tertua Karate yang tumbuh di Jepang. Di Pulau Okinawa memang dikenal tiga kelompok Seni Beladiri yang menamakan diri sebagai : Naha te, Tomari te dan Okinawa te.
Okinawa te yang mungkin keras, kasar, kurang sistematis dan tidak tertata secara ilmiah, dibenahi oleh Gichin Funakoshi. Kejadian ini seperti halnya Ju Jitsu yang dimodernisir dan diilmiahkan serta disusun secara lebih sistematis menjadi Judo oleh Prof. Jigoro Kano dan bisa dipertandingkan menjadi Judo Olah Raga yang kita kenal hingga sekarang. Prof. Morihei Uyeshiba memperkenalkan Aikido untuk kalangan elite dan atas serta para bangsawan saja saat itu. Beberapa tokoh seni beladiri memperkenalkan sistemnya seperti Master Gogen Yamaguchi dengan Goju Ryunya, Master Kenwa Mabuni dan lain lain.
Di Jepang memang terdapat puluhan macam aliran karate setelah itu tetapi hanya beberapa yang bertahan dan dikenal luas di dunia hingga kini. Dalam melakukan Tameshiwari, walau semua itu sudah dipersiapkan dengan baik dan maksimal masih juga terjadi kegagalan.
Master Oyama cukup sportif juga dan mengakui, dirinya yang demikian perkasa pernah juga babak belur dikeroyok beberapa pemuda gang hingga terpaksa dirawat di rumah sakit. Tiada sesuatu yang mutlak kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa. Usaha mencari popularitas dan keuntungan materi terjadi pada Peristiwa Bandot Rahardo yang mencoba memukul dan mematahkan tanduk sapi jantan yang tidak seberapa besar di Senayan sekitar tahun 1960 umpamanya, yang gagal total dan demonstrasi-demonstrasi pemecahan benda keras hasil trik dan rekayasa yang kemudian bermunculan disana sini dan sering justru memancing kekecewaan dan cemooh.
Segera setelah apa yang dilakukan oleh Pendiri Aliran Kyokushin Karate ini, di dunia muncul tiruan-tiruan dan teknik-teknik imitasi yang berbau penipuan dengan berbagai trik dan rekayasa. Semuanya ini bukan hasil usaha yang tekun dan murni karena kekuatan fisik dan mental yang terbentuk melalui latihan yang berat dan dicapai dalam jangka waktu yang cukup panjang, tetapi sekedar ingin populer secara mendadak dan mencampuradukkan pengertian yang sebenarnya dengan sesuatu pandangan yang keliru sehingga menimbulkan kerancuan yang sering mengakibatkan pandangan yang salah dari masyarakat luas terhadap karate.
Akibat kesalahpahaman dan salah anggapan yang sudah jauh masuk dalam pikiran orang awam serta mereka yang tidak memahami arti sesungguhnya hubungan antara Tameshiwari dan Seni Beladiri Karate, sering timbul pendewaan dan mengagung-agungkan kebisaan ini sehingga seorang yang sanggup memecah belah benda-benda keras dengan organ tubuhnya lalu digelari `Jago Karate`. Nilai seorang karateka jadi merosot dan dangkal. Memang, seorang karateka yang terbina dengan baik, lengkap dan berimbang, setidak tidaknya mempunyai kemampuan melakukan `Tameshiwari` sekedar sebagai pelengkap ilmunya demi untuk memenuhi syarat bahwa arti `KARATE` adalah `TANGAN KOSONG`. Senjata utama seorang karateka memang adalah bagian badannya, khususnya bagian tangan untuk membela diri. Umpama Seiken (Kepal Tangan) dan Shuto (Pisau Tangan) yang berfungsi menonjol dan dominan disamping kegunaan kaki. Kedua bagian tubuh ini terasa paling praktis untuk membela diri dan melumpuhkan lawan. Kaki berguna dan seyogyanya tidak diabaikan kemampuannya karena kekuatan kaki bisa berlipat ganda dari tenaga tangan asal terlatih.
Demikianlah seorang karateka karena kesiapannya bisa melakukan `Tameshiwari` yang berimbang dengan kondisi fisiknya dan kemampuannya,tetapi sebaliknya, seorang yang sanggup melakukan `Tameshiwari` betapapun hebatnya, belum tentu seorang karateka, karena seorang karateka tidak diukur dan dinilai kemampuan lahiriah belaka atau sekedar kekuatan fisik yang dimilikinya, walau sanggup menampilkan kesuperiorannya yang mengagumkan.
Berlatih seni beladiri (karate), mendalaminya dan memahami arti yang sebenarnya, berarti sanggup menekan nafsu dan mengendalikan diri sendiri yang sering bersifat egosentris. Bukan malahan dengan menguasai Seni Beladiri, seseorang makin gampang mengumbar nafsu angkara murkanya bermodalkan kelebihannya, apalagi pamer diri secara penuh keangkuhan dan kecongkakan serta merasa bangga diri bisa melecehkan pihak lain khususnya terhadap mereka yang tak berdaya. Mencelakai sesamanya karena mengagung-agungkan kelebihan dan kemampuan fisiknya.
Sumber gambar : karatebyjesse.com
0 komentar:
Post a Comment